Dua Perusahaan Farmasi Gunakan EG dan DEG Diatas Ambang Batas, BPOM Jerat Dengan Hukum Pidana
Jatimcenter.com – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI telah mengambil tindakan terhadap dua perusahaan farmasi yang kedapatan menggunakan bahan baku etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di atas ambang batas aman untuk produk obat sirup yang beredar di masyarakat.
Kandungan EG dan DEG berlebihan merupakan salah satu penyebab utama munculnya kasus gagal ginjal akut yang menjangkit anak-anak di Indonesia.
Berdasarkan keterangan dari Kepala BPOM Penny K. Lukito dua perusahaan farmasi tersebut yakni PT Yarindo Farmatama yang berlokasi di Serang, Banten dan PT Universal Pharmaceutical Industries yang berlokasi Medan, Sumatera Utara.
Hasil temuan tersebut merupakan kolaborasi antara Deputi penindakan BPOM dan Bareskrim Polri. Tindakan yang diambil pada dua perusahaan tersebut adalah dengan melakukan penyitaan terhadap produk obat sirup yang telah beredar.
Produk yang berasal PT Yarindo telah disita oleh petugas dengan ribuan produk obat sirup yang mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) berlebihan.
“Produk Flurin DMP Syrup terbukti menggunakan bahan baku Propilen Glikol yang mengandung EG sebesar 48 mg/ml dari syarat ambang batas kurang dari 0,1 mg/ml. Ini hampir 100 kalinya dari batas aman,” kata Penny K. Lukito dalam konferensi pers di Serang, Banten, Senin.
Tak hanya obat sirup saja, pihak petugas juga melakukan penyitaan terhadap sejumlah dokumen terkait bahan baku yang digunakan guna menelusuri lebih jauh distributor bahan baku dan penyuplai produknya.
Sedangkan produk dari PT Universal Pharmaceutical Industries pihak petugas mengamankan ratusan ribu obat sirup dengan merek dagang Uni Baby yang biasa digunakan untuk demam dan batuk.
“BPOM menyita 64 drum Propilen Glikol dari distributor bahan baku Dow Chemical Thailand Ltd dengan 12 nomor batch berbeda,” katanya.
Dari temuan hasil penyelidikan tersebut, Penny menilai bahwa telah terjadi tindak pidana yang telah dilakukan oleh dua produsen obat sirup tersebut.
Keduanya dijerat dengan Undang-Undang Nomor 36/2009 tentang kesehatan, pasal 196, pasal 98 ayat 2 dan 3 dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp1 miliar lantaran memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar keamanan khasiat, keamanan dan mutu.
Tak hanya itu, produsen juga disangkakan pasal lain yakni Pasal 62 ayat 1 pasal 18 dan UU RI Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp2 miliar, tentang memperdagangkan barang yang tidak memenuhi standar dan persyaratan.