BPOM Beberkan Temuan Bahan Baku Obat Sirup Etilen Glikol Disuplai dari Thailand
Jatimcenter.com – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah berhasil menemukan dua perusahaan farmasi terlibat dalam produksi obat sirup yang mengandung bahan etilen glikol diatas ambang batas aman.
Etilen glikol yang digunakan dalam campuran obat sirup tersebut merupakan bahan baku yang berasal dari Thailand dan diproduksi oleh Dow Chemical Thailand.
“Produsennya adalah Dow Chemical yang di Thailand, jalurnya dari Thailand,” ungkap Kepala BPOM Penny K Lukito kepada awak media dalam konferensi pers di Serang, Banten, Senin.
Perusahaan yang kedapatan menggunakan lebih dari ambang batas aman tersebut adalah PT Yarindo Farmatama yang beralamat di Jalan Modern Industri IV Kav. 29 Cikande, Serang, Banten, dan PT Universal Pharmaceutical Industries di Tanjung Mulia, Medan, Sumatera Utara.
Penny juga mengungkapkan bahwa bahan baku tersebut ditemukan dalam obat sirup merek Flurin DMP yang diproduksi oleh PT Yarindo Farmatama dan produk Unibebi dari PT Universal Pharmaceutical Industries.
“Produk Flurin DMP Syrup terbukti menggunakan bahan baku Propilen Glikol yang tercemar etilen glikol sebesar 48 miligram per mililiter dari syarat ambang batas kurang dari 0,1 mg/ml. Ini sama dengan hampir 100 kalinya dari batas aman,” imbuhnya.
Berdasarkan keterangan dari Penny, Dow Chemical Thailand merupakan salah satu perusahaan farmasi multinasional yang berperans ebagai produsen propilen glikol yang biasa digunakan sebagai bahan baku pelarut obat sirup.
Selain itu, merespon dari temuan tersebut pihak BPOM akan melakukan penelusuran lebih lanjut mengenai aspek legalitas untuk mencari tahu kemungkinan tindakan pemalsuan.
Hal tersebut dilakukan lantaran Dow Chemical Thailand merupakan salah satu industri multinasional yang ternama dan kompeten dengan kantor pusat berada di Michigan, Amerika Serikat.
“BPOM menyita 64 drum Propilen Glikol dari distributor bahan baku Dow Chemical Thailand Ltd dengan 12 nomor batch berbeda,” katanya.
Akibat produksi obat tidak memenuhi syarat tersebut, PT Yarindo Farma dan PT Universal Pharmaceutical Industries terancam sanksi pidana mengacu pada Undang-Undang Nomor 36/2009 tentang kesehatan, pasal 196, pasal 98 ayat 2 dan 3 dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp1 miliar.
Selain itu, keduanya juga terancam terjerat Pasal 62 ayat 1 pasal 18 dan UU RI Nomor 8 tentang UU Perlindungan Konsumen karena memperdagangkan barang yang tidak memenuhi standar dan persyaratan dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp2 miliar.
“Jika terbukti ada kaitan dengan kematian konsumen, akan ada ancaman pasal lain,” kata Penny