Tambang Batu Bara di Kawasan Inner Mongolia China Longsor, 48 Orang Dilaporkan Masih Tertimbun
Jatimcenter.com – Pihak otoritas China melaporkan jumlah korban terkini dalam insiden yang terjadi di area tambang batu bara. Insiden tanah longsor di tambang batu bara tersebut dilaporkan terjadi di kawasan Inner Mongolia, China Utara.
Jumlah korban sementara dilaporkan terdapat 5 orang tewas dan 48 lainnya masih dinyatakan hilang. Area tambang tersebut diketahui dioperasikan oleh Xinjing Coal Mining Co.
Kuat dugaan terdapat banyak orang yang masih terjebak dalam puing puing reruntuhan bangunan. Pihak pemerintah juga telah menerjunkan anjing pelacak untuk membantu proses pencarian para korban.
Komisi Kesehatan Nasional China mengungkapkan terdapat 6 orang terluka yang telah berhasil dievakuasi dari timbunan puing-puing reruntuhan.
Kawasan tambang batu bara di China termasuk paling berbahaya di dunia, pasalnya sebagian besar tidak memenuhi persyaratan keselamatan kerja. Meski sudah banyak instruksi dari pemerintah, namun peringatan tersebut tak dipatuhi.
Merespon insiden tersebut, Presiden Xi Jinping memerintahkan kegiatan pencarian dan penyelamatan dilakukan sesegera mungkin, namun hal tersebut masih terkendala ancaman longsor susulan.
Selain itu, Perdana Menteri Li Keqiang memerintahkan untuk segera melakukan penyelidikan atas penyebab insiden tersebut. Pihak pejabat daerah setempat juga mendesak penambang batu bara untuk melakukan inspeksi keselamatan secara total.
Selama satu tahun terakhir, penambang China berupaya keras untuk meningkatkan produksi lantaran permintaan dari pemerintah yang cukup tinggi, selain itu dari sisi harga juga dinilai cukup stabil.
Pada 2022, diharapkan pemerintah menyetujui tambahan kapasitas penambangan batubara sebesar 260 juta ton. Pasalnya, Mongolia Dalam merupakan daerah penghasil batubara terkemuka di China.
Dulu, tambang di dekat kota Liga Alxa itu adalah tambang bawah tanah. Menurut media pemerintah, itu diubah menjadi penambangan terbuka pada 2012. Namun, pemerintah menghentikan proses produksi selama tiga tahun sebelum dilanjutkan pada April 2021. Saat itu pemerintah tidak memberi penjelasan tentang alasan penutupan.